ADAT DAN BUDAYA ACEH
A.
Budaya
Aceh Identik dengan Islam
Masyarakat Aceh terkenal sangat religius, memiliki
budaya (adat) yang identik dengan Islam. Hal ini sesuai dengan ungakapan yang
sangat populer dalam masyarakat Aceh: “Adat bak po Teumeureuhom Hukum bak Syiah
Kuala, Antara hukum ngon adat lage zat ngon sipheut.” Semua orang, baik yang
lahir di Aceh atau di luar Aceh, adalah beragama Islam. Dapat dipastikan bahwa
tidak ada orang Aceh yang bukan muslim, meskipun tidak semua menjalankan
syariat dengan baik.
Islam yang datang ke Aceh telah kawin dengan adat
Aceh dan telah melahirkan identitas Aceh yang sangat khas “Aceh Serambi Mekah”.
Dari perkawinan ini terjadi proses harmonisasi yang menimbulkan kekuatan dan
melekatnya identitas baru di Aceh.
Kehidupan budaya (adat) Aceh dengan Islam tidak
dapat dipisahkan. Harmonisasi antara adat dan Islam ini berkembang dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sistem pemerintahan di Aceh mencerminkan
kedua unsur ini. Dwi tunggal keuchik dan teungku sebagai pemimpin masyarakat
desa adalah cerminan harmonisasi tersebut. Persoalan-persoalan hukum Islam
dalam masyarakat, diselesaikan dengan sistem musyawarah dan tumbuh menjadi adat
dalam penyelesaian konflik di desa.
B.
Aceh
Dulu dan Aceh Sekarang Dengan Pergeseran Nilainya
Nanggroe Aceh Darussalam adalah daerah yang kaya
dengan pesona alamnya dan terkenal dengan seni budaya yang memiliki daya tarik
tersediri. Daerah berjulukan Serambi Mekkah itu telah mengalami banyak
pengalaman pahit dimasa lalu, mulai dari D.I T.I.I, konflik bersenjata yang
berkepanjangan yang menelan banyak nyawa dan air mata, hingga bencana maha
dahsyat Tsunami pun dialami oleh rakyat Aceh yang sudah lelah dengan apa yang
terjadi sebelumnya. Nanggroe Aceh Darussalam adalah nama yang diberikan oleh
mantan Presiden Gusdur pada masa pemerintahan Gubernur Abdullah Puteh yang
sebelumnya bernama Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan kini dimasa pemerintahan
Gubernur Irwandi telah berganti nama menjadi Provinsi Aceh, namun ini masih
kontroversi.
Nama Aceh semakin terkenal ketika pada tanggal 26
Desember 2004 silam terjadi bencana maha dahsyat gelombang Tsunami yang melanda
hampir seluruh daerah pesisir Aceh. Semua mata dunia tertuju pada Aceh yang
saat itu diporak poranda oleh bencana maha dashyat itu, ratusan ribu lebih
penduduk Aceh meregang nyawa dan hilang akibat bencana maha dahsyat bernama
Tsunami. Semua negara memberikan bantuan yang tak sedikit dan mereka bertahan
cukup lama di Aceh.
ACEH adalah daerah yang kaya akan etika, penuh sesak
dengan budaya yang tidak terlepas dari nila-nilai Islam. Adat Aceh telah
terkenal sejak indatu dahulu yang terpelihara sampai sekarang dalam setiap
sendi kehidupan masyarakat, kegiatan keagamaan, serta walimatul ‘urusy (pesta
perkawianan).
Pergeseran terlihat dari berbagai aspek kehidupan
masyarakat saat ini khususnya para remaja- remaja Aceh.
1. Pergaulan
Remaja Aceh
Kehidupan
remaja Aceh saat ini sudah banyak mengalami pergeseran dari ciri remaja Aceh
yang sebenarnya, sehingga membuat Aceh seakan hilang jati diri. Betapa tidak,
remaja Aceh kini terlalu menggagungkan yang namanya perkembangan zaman. Mereka
lebih asyik dengan kehidupan yang glamour, hura-hura dan lebih banyak
menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna. Sehingga sudah sulit melihat
perbedaan remaja Aceh dengan remaja di daerah lain yang pergaulannya sudah
tidak dapat dibayangkan lagi parahnya.
Contohnya
saja remaja Aceh kini lebih suka berkeliaran dimalam hari dan tidur dari pagi
hingga siang kalau tidak ada sekolah atau jadwal kuliah, mereka lebih sering
berkumpul di tempat burger, warung kopi, café-café dan tempat-tempat yang
mereka anggap tempat gaul yang mengakibatkan mereka lupa waktu lupa ibadah dan
lupa semua. Ibarat kelelawar ( tidur disiang hari dan berkeliaran dari sore
hingga malam hari ), keadaan yang seharusnya terjadi adalah lebih banyaknya
generasi muda yang melakukan ibadah dimasjid, mengikuti pengajian, kajian dan
meratep di mesjid ( seperti makna yang tersirat dalam lagu Rafly “ anak
sekarang sudah tidak mau pergi berzikir ke mesjid dan lebih suka melakukan
hal-hal yang tidak berguna.
Contoh
lain adalah seperti kebut-kebutan liar dijalan yang kini rutin dilakukan di
salah satu lokasi didaerah batoh dan lokasi-lokasi lain diseluruh Aceh, tidak
sedikit dari mereka masih bau kencur alias masih usia sangat muda, selain itu
juga generasi muda sekarang sangat jauh dari norma agama dan kesopanan yang
dulunya sangat lekat pada masyarakat Aceh. Muda-mudi kini tidak merasa janggal
atau malu ketika mengganggu wanita yang sedang lewat baik ketika sedang berjalan
kaki maupun bersepeda motor dan itu tidak terkecuali dilakukan juga oleh wanita
terhadap pria seolah yang mereka lakukan adalah hal yang wajar dan patut
diterima dan dari segi pakaian yang mereka pakai tidak mencerminkan syariat
islam dan mereka berpikir “ sang-sang lagee artis bak meupakaian” (seolah-olah
bagaikan artis ketika berpakaian ).
Kemudian
dari segi penampilan dan tata karma, mereka lebih sibuk mengurusi penampilan
sampai-sampai terkadang mereka lupa apa yang mereka pakai sebenarnya tidak
pantas dan tidak mencirikan remaja islami yang tinggal di daerah berjuluk
Serambi Mekkah. Belum lagi karena remaja sekarang senang menonton reality show
cinta, gossip, acara-acara musik baik di Televisi maupun langsung yang
berpengaruh terhadap gaya hidup, cara berpacaran yang sangat bebas. Begitu
miris rasanya melihat mental remaja Aceh kini, namun hal itu tidak terlepas
dari control orang tua yang kurang dan tidak tegas.
Para
orang tua seolah membiarkan saja anaknya keluar rumah baik laki-laki dan
perempuan tanpa tegur sapa “ mau pergi kemana?, pergi dengan siapa?, ada
keperluan apa?, kapan pulang?” ibarat pepatah Aceh “ Ie kah jeb naleung kah rot
kah jak peusitot peu yang hawa” ( mau minum silahkan, mau makan rumput
silahkan, kamu lakukan saja apa yang kamu suka ), seolah membuka ruang
kebebasan antara orang tua dan anak, ini berbeda dengan dulu dimana orang tua
juga memberikan kebebasan tehadap anaknya namun masih ada batasan-batasan yang
harus dipatuhi. Ini lah terkadang yang salah dalam cara mendidik anak oleh
orang tua sekarang walaupun tidak semua seperti itu. Sehingga tidak heran,
banyak terjadi anak laki-laki membawa lari anak gadis atau istri orang,
bayaknya orang yang melakukan mesum dimana-mana dan lebih parah lagi hingga
menyeret ke dunia narkoba.
2. Kesopanan/
tata krama remaja Aceh dulu dengan sekarang
Kesopanan
generasi muda sekarang jauh berbeda dengan dulu, tidak heran orang tua sekarang
banyak yang mengeluh karena anak-anak mereka tidak sopan. Dulu remaja Aceh
sangat hormat terhadap orang yang lebih tua dan lebih beretika. Padahal kalau
dikaji, anak sekarang lebih berpendidikan dibanding dulu, akan tetapi kelakuan
anak sekarang tidak mencerminkan seorang yang berpendidikan.
Sebagai
contoh : dulu kalau ada anak muda yang naik sepeda atau sepeda motor ketika
berpapasan dengan orang yang lebih tua yang berjalan kaki, maka anak muda itu
akan turun dari sepeda motornya dan mermberi salam terhadap orang yang lebih
tua dengan menundukkan kepala, terlebih kalau tengku, tokoh masyarakat dan
sebagainya. Ini jauh berbeda dengan anak muda sekarang, bahkan kalau berpapasan
mereka malah menggeber-geber kereta dan terkadang menyebeng siapa yang lewat.
Kebiasaan buruk ini terbawa-bawa hingga kejalan raya yang berakibat kecelakaan
lalu lintas. Hal ini juga Karena orang tua terlalu cepat memberikan izin kepada
anaknya untuk mengendarai sepeda motor, tidak jarang kita menemui dijalan
anak-anak berusia 11 tahun keatas sudah balap-balapan di jalan.
Inilah
bukti dari ketidak patuhan anak terhadap orang tuanya sendiri, karena dulu itu
orang tua sangat kuatir ketika anaknya melakukan kesalahan/ perbuatan yang
melenceng, karena nama baik keluarga ikut terbawa. Yang jadi pertanyaan adalah
“ Apakah itu karena budaya yang masuk dan berkembang dari luar Aceh ataukah itu
memang budaya Aceh?”. Ntah lah, perlu kesadaran bersama dan kejujuran untuk
bisa menjawab hal itu. Sepertinya akhlak, sifat, sikap, norma-norma sudah sulit
ditemukan pada remaja Aceh sekarang, walaupun tidak semua remaja seperti itu.
3. Kontrol
orang tua yang kurang terhadap anak
Kontrol
orang tua terhadap anak menjadikan anak semakin tidak dapat diarahkan ke hal
yang baik. Sebagai contoh : orang tua dulu, ketika anaknya membawa pulang
kelapa muda maka orang tua menanyakan kepada sang anak dari mana dia
mendapatkan itu, ketika orang tuanya tahu kalau kelapa itu diambil dari kebun
orang yang jatuh maka kelapa itu disuruh kembalikan kepada yang punya kebun.
Itulah bukti dari kontrol orang tua yang mengarahkan anak-anaknya kepada hal
yang baik. Sekarang, orang tua kurang perduli terhadap apa yang dilakukan oleh
anaknya, misalnya ada anaknya yang membawa barang dari pulang kerumah maka
terkadang orang tuanya tidak menanyakan dari mana sang anak memperoleh barang
itu, Karena terkandang orang tuanya bangga.
4. Kehidupan
bersosial sudah terkikis
Kehidupan
bersosial masyarakat Aceh sangat harmonis, mereka saling perduli terhadap
sesame apalagi terhadap orang yang miskin. Sebagai contoh : kehidupan
bertetangga sangatlah baik, masih adanya kepedulian terhadap sesame tetangga,
ketika dia mengetahui tetangganya sedang susah seperti tidak ada beras, maka
tetangganya yang lain akan tetap membantu seadanya. Kemudian kalau dia memasak
pulut durian, durian itu wangi baunya sehingga tetangganya mencium bau durian
itu maka dia akan membagikannya kepada tetangganya walapun tidak dibagikan
kepada semua tetangga paling tidak tetangga terdekatnya.
Saat ini sudah sulit ditemukan hal-hal yang seperti itu. Kahidupan sekarang lebih apatis dan sulit rasanya untuk berbagi dengan orang lain.
Saat ini sudah sulit ditemukan hal-hal yang seperti itu. Kahidupan sekarang lebih apatis dan sulit rasanya untuk berbagi dengan orang lain.
5. Kemajuan
dibidang Ekonomi
Tidak
dapat dipungkiri kemajuan ekonomi dan teknologi turut merubah tatanan
masyarakat yang dulu sangat terjaga. Ketika masyarakat Aceh sudah mudah dalam
mencari uang mereka menjadi semakin merasa saya adalah orang yang lebih… lebih…
dan lebih ini… itu sedangkan orang lain tidak ada apa-apanya. Menjadikan mereka
sosok yang angkuh tak terbendung. Kondisi ini berbeda dengan kondisi ekonomi
masyarkat Aceh dimasa-masa sulit, Karena dulu walaupun orang mau bekerja,
tetapi sedikitnya lowongan kerja membuat orang tidak tahu mau mengerjakan apa.
Berbeda denga sekarang, orang sudah lebih mudah dalam mencari uang seiring
lowongan pekerjaan yang menjamur di media masa dan peluang bisnis yang
berkembang. Sehingga menimbulkan kurangnya kepedulian terhadap sesama, dan
ketika tertimpa sebuah masalah seperti tabrakan sepeda motor, maka mereka
sangat tidak sabar ketika menerima kesalahan yang dilakukan oleh orang lain dan
rasanya mau main hajar saja, seolah kendaraannya tidak boleh lecet sedikitpun,
sehingga sulit untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara baik-baik.
6. Meningkatnya
kriminalitas di Aceh
Aceh
sekarang juga bagaikan kota texas, di beberapa daerah Aceh koboi-koboi beraksi
dipenjuru kota, seperti yang pernah dikabarkan di media masa lokal. Tak heran,
banyaknya terjadi tindak kekerasan dimana-mana. Keadaan saat ini sangat berbeda
dengan keadaabn dulu yang terbilang masih cukup jauh dari tindak kekerasan
kriminal seperti perampokan bersenjata, perampasan, pencurian, pembunuhan
bermotif materi, penculikan bermotif tebusan.
Ya…
seperti itulah gambaran raut Aceh sekarang, yang jauh berbeda dengan dulu. Saat
ini Aceh memang menerapkan syariat islam, namun dari pemaparan diatas dapat
kita simpulkan bahwa Aceh sebenarnya hanya secara fisiknya saja syariat islam,
tapi secara moralitas, normalitas, dan sebagainya Aceh tidak lah terlihat
seperti daerah yang menerapkan syariat islam. Untuk itu, perlunya kesadaran dan
hati yang lapang untuk dapat mengintropeksi diri apakah Aceh itu masih pantas
memiliki julukan Serambi Mekkah ? atau syariat islam yang diterapkan saat ini
hanya formalitas semata karena kita dijuluki Serambi Mekkah.
Banyak sekali orang Aceh yang selalu merefleksikan Aceh itu dulunya pada masa zaman pemerintahan Iskandar Muda sangat jaya, maju, berbudi, bertata karma dan semua hal-hal yang baik dan mulia.
Banyak sekali orang Aceh yang selalu merefleksikan Aceh itu dulunya pada masa zaman pemerintahan Iskandar Muda sangat jaya, maju, berbudi, bertata karma dan semua hal-hal yang baik dan mulia.
C.
Nilai-Nilai
Islam Dalam Adat Aceh
1. Upacara
perkawinan.
Perwakinan
merupakan sesuatu yang sangat sacral di dalam budaya masyarakat Aceh, karena
berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan. Perwakinan mempunyai nuansa
tersendiri dan sangat dihormati oleh masyarakat. Ucapa perkawinan pada
masyaralat Aceh merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa
tahap, mulai dari pemilihan jodoh (suami/istri), pertunangan hingga upacara
peresmian perkawinan.
Boh
gaca (berinai) tiga hari tiga malam merupakan budaya masyarakat Aceh sebelum
pesta perkawinan dilangsungkan, upacara boh gaca atau berinai bagi pengantin
laki-laki dan perempuan dilaksanakan di rumah masing-masing. Selama malam
upacara boh gaca, pada malamnya diadakan pertunjukan kesenian. Seperti rabana,
hikayat, silat dan meuhaba atau kaba (cerita dogeng).
2. Upacara
Petron Tanoh (Turun Tanah)
Upacara
turun tanah/petron tanoh akan diadakan oleh masyarakat Aceh setelah bayi
berumur empat bulan. Apalagi jika anak pertama yang sering diadakan upacara
yang cukup besar, dengan memotong kerbau atau lembu. Pada upacara ini, bayi
akan digendong oleh seseorang terpandang baik perangai dan budi pekertinya.
Orang yang menggendong memakai pakaian yang bagus-bagus. Ketika turun tangga,
ditudungi dengan sehelai kain yang dipegang oleh empat orang pada setiap sisi
kain. Di atas kain tersebut, dibelah kelapa agar bayi tidak takut terhadap
suara petir. Belahan kelapa dilempar dan sebelah lagi dilempar kepada wali karong.
Salah
satu keluarga menyapu tanah dan yang lain menampi beras, bila bayi itu
perempuan. Sedangkan bila bayi itu laki-laki salah satu keluarga mencangkul
tanah, mencencang batang pisang atau batang tebu. Kemudian sejenak bayi
dijejakkan di atas tanah dan akhirnya dibawa berkeliling rumah atau mesjid.
3. Tradisi
makan dan minum
Makanan
pokok masyarakat Aceh adalah nasi. Perbedaan yang cukup menyolok dalam
tradisi makan dan minum masyarakat Aceh dengan masyarakat lain di Indonesia
adalah lauk pauknya. Lauk pauk yang biasa dimakan oleh masyarakat Aceh sangat
spesifik dan bercita rasa seperti masakan India. Lauk pauk utama masyarakat
Aceh dapat berupa Ikan, daging. Makanan khas masyarakat Aceh adalah gulai
kambing, sie reboh, keumamah, eungkot paya, mie Aceh dan martabak.
Selain
itu, nasi gurih juga merupakan salah satu makanan khas masyarkat Aceh yang
dimakan pada pagi hari. Sedangkan dalam tradisi minum pada masyarakat Aceh
adalah kopi. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada pagi hari hingga
malam hari, warung kopi dipenuhi oleh masyarakat Aceh yang ingin menikmati
makanan dan minuman khas daerah mereka sendiri yang tentu tidak di miliki oleh
masyarakat suku lain di Indonesia.
4. Kesenian
Corak
kesenian Aceh memang banyak diperngaruhi oleh kebudayaan Islam. Namun telah
diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang
terkenal di Aceh antara lain Seudati, kemudain seni lain dikembangkan adalah
kaligrafi Arab seperti banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat,
alat ucapara, perhiasan dan sebagainya. Selain itu, berkembang juga seni sastra
dalam bentuk hikayat yang bernafaskan islam, seperti hikayat perang sabil.
5. Bahasa
Aceh
memiliki aneka ragam bahasa yang berbeda-beda dan tidak di miliki oleh wilayah
lain, bahasa mampu menggambarkan identitas diri masyarakat Aceh
6. Pakaian
Adat.
Aceh
memiliki pakaian adat yang sangat indah, pakaian adat Aceh hingga saat ini
masih terus dipakai untuk acara pernikahan, penyambutan tamu Dari
luar dan acara besar lainnya. Sehingga salah satu kebudayaan Aceh
ini masih tetap lestari dan bahkan sudah di kenal dunia.
D.
Usaha
Mengembalikan Nilai Budaya Aceh
1. Mempelajari
Kebudayaan Aceh
Jika
kita merasa belum mempunyai kemampunan dan pengetahuan untuk melesatarikan atau
mempraktekan kebudayaan Aceh yang sudah ada dari zama dahulu, maka tugas kita
adalah mempelajarinya, mempelajari suatu kebudayaan tersebut harus dengan niat
yang tulus, tananmkan dalam diri kita kalau kita memang cinta kebudayaan Aceh,
Insya Allah akan mudah kita mempelajari kebudayaan Aceh tersebut
2. Mempraktekan
Kebudayaan Aceh
Jika
kita merasa kita telah mempunyai Ilmu atau telah mengerti tentang sedikit
banyak seputar kebudaan Aceh maka peraktekan, karena salah satu metode agar
kita ingat selalu dengan suatu hal adalah dengan mempraktekannya, contoh
seperti tarian, jika kita merasa telah mampu untuk menari maka peraktekan itu
di event event atau kontest kontest yang ada
3. Mengajarkan
kebudayaan Aceh
Jika
kita merasa telah mampu dan telah bisa memperaktekan kebudayaan Aceh yang telah
lama kita pelajari maka ajarkan teman teman, atau generasi generasi penerus,
apa itu yang berminat dalam hal tersebut ataupun orang yang hanya mau mengenal
kebudayaan tersebut, karena jika kita bisa mengajarkan maka kita akan
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain, yang juga nantinya akan
menjaga kelestarian budaya tersebut.
4. Mengenalkan/Mempromosikan
kebudayan Aceh
Ini
adalah hal terakhir yang menurut saya sangat penting, seperti kita ketehui
segala sesuatu itu tidak akan ada arti jika tidak ada yang mengenal, begitu
juga kebudayaan kita, salah satu cara melestarikannya adalah dengan
mengenalkan/mempromosikan kebudayaan kita, dengan berbagai media, apa lagi
seperti yang kita ketahui bahawa saat ini teknologi sangatlah canggih, hal yang
paling efektif adalah mengenalkan budaya aceh ke internet dengan media seperti
Blog dan Social Media.
5. Meningkatkan
Kesadaran Masyarakat Aceh
Meningkatkan kesadaran
dengan memungsikan kembali sendi-sendi agama, adat istiadat yang kuat yang
terkandung dalam masyarakat Aceh. Sehingga marwah bangsa ini akan kembali
seperti yang diharapkan .
6. Penegakkan
Syariat Islam yang Kaffah
Dengan menerapakan
syariat islam yang kaffah, maka semua tujuan dari penegakkan syariat islam itu
juga akan tercapai. Hal ini juga memerlukan mental pejabat-pejabat kita yang
selama ini kurang dan rentan terhadap penyimpangan-penyimpangan, walaupun tidak
semuanya seperti itu.
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi.SPd. MSn. 2013. Melestarikan seni, budaya,
Adat, Tradisi dan Sejarah Aceh. Medan: Alhanif ATK
Ali Muhammad, Rusydi, Revitalisasi Syari’at Islam Di
Aceh: Problem, Solusi, dan Implementasi, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2003
Djajadiningrat, Hoesein, dkk, Dari Sini Ia Bersemi,
Banda Aceh, Pemda Istimewa Aceh, 1981
Hoesin, Moehammad, Adat Atjeh, Banda Aceh, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, 1970
Tidak ada komentar:
Posting Komentar