BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses (Latin: abscessus)
merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi
disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian lain dari tubuh.
Organisme atau benda asing membunuh
sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin
tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang menarik
kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area
tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat.
Struktur akhir dari suatu abses
adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di
sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah nanah menginfeksi
struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses enkapsulasi
tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab
peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang
terdapat dalam nanah.
Abses harus dibedakan dengan empyema.
Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah
ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses mengacu pada akumulasi
nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses
tersebut.
Karena abses merupakan salah
satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang mengikuti abses dapat
merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni: kemerahan (rubor),
panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor),
dan hilangnya fungsi. Abses dapat terjadi pada setiap jaringan solid,
tetapi paling sering terjadi pada permukaan kulit, pada paru-paru, otak, gigi,
ginjal, dan tonsil. Komplikasi mayor abses adalah
penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan
kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
“Abses adalah penimbunan nanah yang terjadi akibat
infeksi bakteri yang dapat terjadi dimana saja pada bagian tubuh kita.”
“Abses adalah peradangan jaringan tubuh
yang memungkinkan timbulnya rongga tempat nanah mengumpul.”
“Abses adalah lesi yang sulit untuk di atasi
oleh tubuh karena kecenderungannya untuk meluas kejaringan yang lebih luas
dengan pencarian, kecendrungannya untuk membentuk lubang, dan konsistensinya
terhadap penyembuhan.” (Price dan Wilson, 1994, hlm. 49).
Etiologi
Penyebab abses adalah infeksi
bakteri. Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara :
a.
Bakteri masuk akibat tusukan jarum yang tidak steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi
di bagian tubuh yang lain.
c.
Bakteri
yang dalam keadaan normal hidup dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan.
Abses yang terjadi suatu luka
ringan, cidera atau sebagai komplikasi dari folikulitis atau bisul terjadi
karena benda asing yang di ikuti bakteri Stapilokokus, Esceria coli,
mycobakteria dan juga bakteri yang bersifat anaerob (clostridium dan peptostreptokokkus).
3. Patofisiologi
Terjadinya
abses dikarenakan masuknya bakteri melalui luka atau infeksi di bagian tubuh
lain maupun bakteri dalam tubuh yang tidak menimbulkan gangguan, lama kelamaan
bagian yang terkena terjadi infeksi. Infeksi ini menyebabkan sebagian sel mati
dan hancur sehingga bagian tersebut berongga berisi bakteri, sedangkan sebagian
sel darah putih melakukan perlawanan dan akhirnya mati, karena jumlah sel
tersebut sedikit. Sel tersebut menjadi pus dan akhirnya terdorong seperti
benjolan yang disebut abses lalu terjadi peradangan yang menimbulkan nyeri,
membuat tidak nafsu makan. Peradangan tersebut akhirnya pecah terjadi
perdarahan sehingga menimbulkan kecemasan.
4.
Manifestasi
Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses
tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses
yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagi benjolan. Adapun
lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan
pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya
menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala
seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
5.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Usapan
Sitologis : memungkinkan lesi – lesi
majemuk
b.
Kerokan
dan biakan jamur : konfirmasi segera adanya infeksi.
c.
Pacth
Testing : membuktikan dan menegakkan diagnosa adanya alergi
dan menemukan penyebabnya.
6. Penatalaksanaan
Beberapa
penatalaksanaan yang dilakukan pada abses sebagai berikut
a.
Pembedahan
Untuk
mengeluarkan nanah yang ada pada abses. Sebelumnya diberikan obat bius local
lalu nanah dibuang, luka dibersihkan dan dikeringkan dan luka ditutup dengan
kasa.
b.
Kompres
Hangat
Membantu
mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan.
c.
Pemasangan
Drain dan Elizabeth Collar
Drain
dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa di produksi
bakteri. Elizabeth Collar dipasang untuk menjaga agar drain tidak lepas.
d.
Pemberian
antibiotik
Pemberian
antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri streptomycin.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. jakarta : EGC. 1999.
2. Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2. Jakarta:EGC,2004.
3. Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
2. Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2. Jakarta:EGC,2004.
3. Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar