Rabu, 16 November 2016

Makalah Adaptasi pada Hewan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Konsep adaptasi datang dari dunia biologi, dimana ada 2 poin penting yaitu evolusi genetik, dimana berfokus pada umpan balik dari interaksi lingkungan, danadaptasi   biologi  yang  berfokus   pada   perilaku   dari  organisme   selama   masa   hidupnya, dimana  organisme  tersebut  berusaha  menguasai   faktor   lingkungan,  tidak  hanya   faktor umpan balik lingkungan, tetapi juga proses kognitif dan level gerak yang terus-menerus.
Adaptasi juga merupakan suatu kunci konsep dalam 2 versi dari teori sistem, baik secara biological, perilaku, dan sosial yang dikemukakan oleh John Bennet.
Asumsi dasar adaptasi berkembang dari pemahaman yang bersifat evolusionari yang senantiasa melihat manusia selalu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya, baik secara biologis/genetik maupun secara budaya. Proses adaptasi dalam evolusi melibatkan seleksi genetik dan varian budaya yang dianggap sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.
Adaptasi merupakan juga suatu proses yang dinamik karena baik organisme maupun lingkungan sendiri tidak ada yang bersifat konstan/tetap. Sedangkan Roy Ellen membagi tahapan adaptasi dalam 4 tipe. Antara lain adalah:
1.      Tahapan phylogenetic yang bekerja melalui adaptasi genetik individu lewat seleksi alam,
2.      Modifikasi fisik dari phenotype/ciri-ciri fisik,
3.      Proses belajar, dan
4.      Modifikasi kultural.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana adaptasi struktural?
2.      Bagaimana adaptasi fungsional?
3.      Bagaimana adaptasi tingkah laku?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Adaptasi Morfologis (Struktural)
Adaptasi morfologis (struktural) pada umumnya berkaitan secara fungsional dengan adaptasi-adaptasi fisiologis maupun perilaku. Dengan begitu maka suatu jenis hewan akan diperlengkapi dengan seperangkat adaptasi-adaptasi yang bersesuaian dan saling mendukung, untuk menghadapi kondisi serta perubahan lingkungannya maupun sumberdaya yang terdapat di lingkungnnya. Adaptasi-adaptasi dari berbagai struktur tubuh saling mendukung dan bersesuaian bentuk maupun besarnya untuk melakukan suatu fungsi hidup. Adaptasi morfologis merupakan suatu respon morfologis yang dapat berkembang selama masa hidup individu organisme atau bahkan lintas generasi. Dalam beberapa kasus respon ini merupakan contoh aklimasi, karena respon ini bersifat reversibel. Banyak mamalia, misalnya, memiliki bulu atau rambut yang lebih tebal selama musim dingin, kadang-kadang warna bulu atau rambut berubah secara musiman juga, yang menyamarkan hewan terhadap salju musim dingin dan vegetasi musim panas.
            Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIKnQg9CVTYPolbJbO7zQnUz7q1nzihTFjr_Uwp5s8lp4GzWC01zSGSWkbLefvRrP7TsqG6iDNqR7pWDYMrotFKKNTkW6FGQcrXJdz9zOI4FImFiFupInUAOPy5lPH9ayotgVEN0QAc36B/ Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRRIcgNG84i7upruLoWaZQu4dPRcBrQF5EHzOy7youP8-uuN915RhLxlZi3u5O-iK-ZYFrd_zioGgsx9NEb4dLLA_HBV5Sbis_OTeZfr_ytB8vT2Ehuba4eEElMaXG27-QVGiDe3523A94/
Perubahan morfologis lain bersifat irreversibel selama masa hidup suatu individu dan bahkan lintas generasi. Pada paus berpunggung bengkok menggunakan lempengan seperti sisir yang menggantung pada rahang atas (baleen) untuk menyaring invertebrata kecil dari volume air yang sangat besar. Paus ini membuka mulutnya dan mengisi kantung mulut yang digelembungkannya dengan air, kemudian menutupnya dan mengkontraksikan kantung itu. Hal tersebut akan memaksa air keluar dari mulut baleen tersebut, dan mulut paus tersebut kini penuh dengan makanan yang terjerat.

B.     Adaptasi Fisiologis (Fungsional)
Adaptasi fisiologis (adaptasi fungsional) merupakan seluruh perangkat kemampuan fisiologis hewan untuk menghadapi kondisi maupun sumberdaya lingkungannya. Totalitas dari kemampuan itu adalah sekalian proses-proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh hewan berikut perangkat subtansi-subtansi kimia, enzim dan ko-enzim serta hormon-hormon yang terlibat dalam proses-proses itu. Mamalia mempunyai beberapa mekanisme yang mengatur pertukaran panas dengan lingkungan.
Banyak mamalia yang hidup dimana hewan endotermik memerlukan pendinginan maupun penghangatan tubuh. Sebagai contoh, ketika seekor mamalia laut (paus) pindah ke laut hangat, akan membuang kelebihan panas metabolik dengan cara vasodilatasi, yang ditingkatkan melalui jumlah pembuluh darah yang sangat banyak di lapisan luar kulitnya. Pada iklim panas, mamalia sangat mengandalkan pendinginan dengan evaporasi salah satunya melalui kulit.
Description: http://wildwhales.org/wp-content/themes/wildwhales/images/fin5_popup.jpg
Pada hari sejuk, manusia akan meningkatkan laju produksi panas dengan meningkatkan kontraksi otot (menggigil). Pengaturan suhu tubuh pada mamalia merupakan suatu sistem homeostasis kompleks yang fasilitasi oleh mekanisme umpan-balik. Sel-sel saraf yang mengontrol termoregulasi dan aspek lain dari homeostasis terkonsentrasi pada hipotalamus. Hipotalamus memiliki thermostat yang merespon terhadap perubahan suhu tubuh di atas dan di bawah kisaran suhu normal dengan cara mengaktifkan mekanisme yang memperbanyak hilangnya panas atau memperoleh panas.
Sel-sel saraf yang mengindera suhu tubuh terletak pada kulit, hipotalamus itu sendiri, dan beberapa bagian lain dari sistem saraf. Beberapa diantaranya adalah reseptor panas yang memberi sinyal kepada thermostat di hipotalamus ketika suhu kulit atau darah meningkat. Yang lain adalah reseptor dingin yang mensinyal thermostat ketika suhu turun. Thermostat itu merespon terhadap suhu tubuh di bawah kisaran normal dan menghambat mekanisme kehilangan panas serta mengaktifkan mekanisme penghematan panas seperti vasokonstriksi pembuluh superficial dan berdirinya rambut atau bulu, sementara merangsang mekanisme yang membangkitkan panas melalui menggigil dan tanpa menggigil.
Sebagai respon terhadap suhu tubuh yang meningkat, thermostat menginaktifkan mekanisme penghematan panas dan meningkatkan pendinginan tubuh melalui vasodilatasi, berkeringat atau panting. Pembuluh darah kulit membesar: Kapiler penuh dengan darah hangat; panas keluar dari permukaan kulit. Thermostat di hipotalamus mengaktifkan mekanisme pendinginan Kelenjar keringat diaktifkan, meningkatkan pendinginan melaui evaporasi. Suhu tubuh turun:Termostat mematikan mekanisme pendinginan. Mulai di sini STIMULUS: Tinggi Homeostasis : Suhu tubuh Atau mulai di sini: STIMULUS: peningkatan suhu tubuh Rendah Penurunan suhu tubuh Pembuluh darah kulit menyempit, mengalihkan darah dari kulit ke jaringan yang lebih dalam dan mengurangi hilangnya panas dari permukaan kulit Suhu tubuh meningkat: Termostat mematikan mekanisme pemanasan Otot rangka diaktifkan; gerak menggigil membangkitkan lebih banyak panas Thermostat di hipotalamus mengaktifkan mekanisme pemanasan.

C.    Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian organisme terhadap lingkungan dalam bentuk tingkah laku. Kamu dapat dengan mudah mengamati adaptasi ini. Contoh adaptasi tingkah laku adalah sebagai berikut.
Adaptasi Tingkah Laku pada Hewan
1.      Bunglon melakukan mimikri, yaitu mengubah-ubah warna kulitnya sesuai dengan warna lingkungan/tempat hinggapnya. Dengan mengubah warna kulitnya sesuai dengan lingkungannya, bunglon terlindung dari pemangsanya sekaligus tersamar dari hewan yang akan dimangsanya. Dengan demikian, bunglon dapat terhindar dari bahaya dan sekaligus lebih mudah menangkap mangsanya.
2.      Cumi-cumi mengeluarkan tinta/cairan hitam ketika ada bahaya yang mengancamnya. Cumi-cumi juga mampu mengubah-ubah warna kulitnya sesuai dengan warna lingkungannya.
3.      Secara berkala, paus muncul di permukaan air untuk menghirup udara dan menyemprotkan air. Paus melakukan tindakan demikian karena alat pernapasannya berupa paru-paru tidak dapat memanfaatkan oksigen yang terlarut di dalam air.
4.      Dalam keadaan bahaya, cecak melakukan autotomi, yaitu memutuskan ekornya. Ekor cecak yang terputus tetap dapat bergerak sehingga perhatian pemangsanya beralih pada ekor tersebut dan cecak dapat menyelamatkan diri.
Description: https://febti90.files.wordpress.com/2010/06/3.jpg?w=640
Perilaku hewan merupakan aktivitas yang terarah dan respon terhadap kondisi serta sumber daya lingkungannya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang mendasari perilaku itu diekspresikan. Perilaku juga meliputi interaksi beberapa komponen sistem saraf hewan dengan efektor, juga beberapa interaksi kimia, penglihatan, pendengaran, atau sentuhan dengan organisme lain. Perilaku dapat diubah oleh pengalaman di lingkungan. Karena itu, terjadinya suatu perilaku sangat melibatkan peranan penerima stimulus dari lingkungan (reseptor), perealisasi respon (efektor) serta koordinasi saraf dan hormon.
Karena respon-respon perilaku itu praktis selalu berupa gerakan-gerakan, maka jenis efektor yang paling berperan adalah otot-otot tubuh. Sebagai contoh, perilaku migrasi pada paus ke perairan yang lebih hangat untuk bereproduksi. Paus menerima stimulus faktor lingkungan, suhu yang berada di bawah kisaran normal paus untuk bereproduksi, pusat sistem saraf paus akan merangsang organ efektor paus untuk melakukan gerakan-gerakan. Sebagai responnya paus akan pindah ke lingkungan dengan faktor lingkungan, suhu, yang lebih sesuai untuk bereproduksi.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adaptasi juga merupakan suatu kunci konsep dalam 2 versi dari teori sistem, baik secara biological, perilaku, dan sosial yang dikemukakan oleh John Bennet.
Asumsi dasar adaptasi berkembang dari pemahaman yang bersifat evolusionari yang senantiasa melihat manusia selalu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya, baik secara biologis/genetik maupun secara budaya. Proses adaptasi dalam evolusi melibatkan seleksi genetik dan varian budaya yang dianggap sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.
Adaptasi merupakan juga suatu proses yang dinamik karena baik organisme maupun lingkungan sendiri tidak ada yang bersifat konstan/tetap. Sedangkan Roy Ellen membagi tahapan adaptasi dalam 4 tipe.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Cambell, N.A., Jane B. R., dan Lawrence G. M. 2004. Biologi, Jilid 3. (terjemahan : Wasmen manalu). Jakarta : Erlangga.
Kramadibrata, I. 1995. Ekologi Hewan. Bandung : Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Slamet, A. dan Mgs. M. Tibrani. 2006. Fisiologi Hewan. Inderalaya : Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Unsri.
Rosyidi, A. 1995. Ekologi Hewan. Surakarta: UNS Press
Soetjipta. 1990. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar