BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Konsep adaptasi
datang dari dunia biologi, dimana ada 2 poin penting yaitu evolusi genetik,
dimana berfokus pada umpan balik dari interaksi lingkungan, danadaptasi biologi yang
berfokus pada perilaku
dari organisme selama
masa hidupnya, dimana organisme tersebut berusaha menguasai faktor lingkungan,
tidak hanya faktor umpan balik lingkungan, tetapi juga
proses kognitif dan level gerak yang terus-menerus.
Adaptasi
juga merupakan suatu kunci konsep dalam 2 versi dari teori sistem, baik secara
biological, perilaku, dan sosial yang dikemukakan oleh John Bennet.
Asumsi dasar
adaptasi berkembang dari pemahaman yang bersifat evolusionari yang senantiasa
melihat manusia selalu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam
sekitarnya, baik secara biologis/genetik maupun secara budaya. Proses adaptasi
dalam evolusi melibatkan seleksi genetik dan varian budaya yang dianggap
sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.
Adaptasi
merupakan juga suatu proses yang dinamik karena baik organisme maupun lingkungan
sendiri tidak ada yang bersifat konstan/tetap. Sedangkan Roy Ellen membagi
tahapan adaptasi dalam 4 tipe. Antara lain adalah:
1.
Tahapan phylogenetic yang bekerja melalui adaptasi
genetik individu lewat seleksi alam,
2.
Modifikasi fisik dari phenotype/ciri-ciri fisik,
3.
Proses belajar, dan
4.
Modifikasi kultural.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana adaptasi struktural?
2.
Bagaimana adaptasi fungsional?
3.
Bagaimana adaptasi tingkah laku?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Adaptasi Morfologis (Struktural)
Adaptasi
morfologis (struktural) pada umumnya berkaitan secara fungsional dengan
adaptasi-adaptasi fisiologis maupun perilaku. Dengan begitu maka suatu jenis
hewan akan diperlengkapi dengan seperangkat adaptasi-adaptasi yang bersesuaian
dan saling mendukung, untuk menghadapi kondisi serta perubahan lingkungannya
maupun sumberdaya yang terdapat di lingkungnnya. Adaptasi-adaptasi dari
berbagai struktur tubuh saling mendukung dan bersesuaian bentuk maupun besarnya
untuk melakukan suatu fungsi hidup. Adaptasi morfologis merupakan suatu respon
morfologis yang dapat berkembang selama masa hidup individu organisme atau
bahkan lintas generasi. Dalam beberapa kasus respon ini merupakan contoh
aklimasi, karena respon ini bersifat reversibel. Banyak mamalia, misalnya, memiliki
bulu atau rambut yang lebih tebal selama musim dingin, kadang-kadang warna bulu
atau rambut berubah secara musiman juga, yang menyamarkan hewan terhadap salju
musim dingin dan vegetasi musim panas.
Perubahan
morfologis lain bersifat irreversibel selama masa hidup suatu individu dan
bahkan lintas generasi. Pada paus berpunggung bengkok menggunakan lempengan
seperti sisir yang menggantung pada rahang atas (baleen) untuk menyaring
invertebrata kecil dari volume air yang sangat besar. Paus ini membuka mulutnya
dan mengisi kantung mulut yang digelembungkannya dengan air, kemudian
menutupnya dan mengkontraksikan kantung itu. Hal tersebut akan memaksa air
keluar dari mulut baleen tersebut, dan mulut paus tersebut kini penuh dengan
makanan yang terjerat.
B. Adaptasi Fisiologis (Fungsional)
Adaptasi fisiologis (adaptasi fungsional) merupakan
seluruh perangkat kemampuan fisiologis hewan untuk menghadapi kondisi maupun
sumberdaya lingkungannya. Totalitas dari kemampuan itu adalah sekalian
proses-proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh hewan berikut perangkat
subtansi-subtansi kimia, enzim dan ko-enzim serta hormon-hormon yang terlibat
dalam proses-proses itu. Mamalia mempunyai beberapa mekanisme yang mengatur
pertukaran panas dengan lingkungan.
Banyak mamalia yang hidup dimana hewan endotermik
memerlukan pendinginan maupun penghangatan tubuh. Sebagai contoh, ketika seekor
mamalia laut (paus) pindah ke laut hangat, akan membuang kelebihan panas
metabolik dengan cara vasodilatasi, yang ditingkatkan melalui jumlah pembuluh
darah yang sangat banyak di lapisan luar kulitnya. Pada iklim panas, mamalia
sangat mengandalkan pendinginan dengan evaporasi salah satunya melalui kulit.
Pada hari sejuk, manusia akan meningkatkan laju
produksi panas dengan meningkatkan kontraksi otot (menggigil). Pengaturan suhu
tubuh pada mamalia merupakan suatu sistem homeostasis kompleks yang fasilitasi
oleh mekanisme umpan-balik. Sel-sel saraf yang mengontrol termoregulasi dan
aspek lain dari homeostasis terkonsentrasi pada hipotalamus. Hipotalamus
memiliki thermostat yang merespon terhadap perubahan suhu tubuh di atas dan di
bawah kisaran suhu normal dengan cara mengaktifkan mekanisme yang memperbanyak
hilangnya panas atau memperoleh panas.
Sel-sel saraf yang mengindera suhu tubuh terletak
pada kulit, hipotalamus itu sendiri, dan beberapa bagian lain dari sistem
saraf. Beberapa diantaranya adalah reseptor panas yang memberi sinyal kepada
thermostat di hipotalamus ketika suhu kulit atau darah meningkat. Yang lain
adalah reseptor dingin yang mensinyal thermostat ketika suhu turun. Thermostat
itu merespon terhadap suhu tubuh di bawah kisaran normal dan menghambat
mekanisme kehilangan panas serta mengaktifkan mekanisme penghematan panas
seperti vasokonstriksi pembuluh superficial dan berdirinya rambut atau bulu,
sementara merangsang mekanisme yang membangkitkan panas melalui menggigil dan
tanpa menggigil.
Sebagai respon terhadap suhu tubuh yang meningkat,
thermostat menginaktifkan mekanisme penghematan panas dan meningkatkan
pendinginan tubuh melalui vasodilatasi, berkeringat atau panting. Pembuluh
darah kulit membesar: Kapiler penuh dengan darah hangat; panas keluar dari
permukaan kulit. Thermostat di hipotalamus mengaktifkan mekanisme pendinginan
Kelenjar keringat diaktifkan, meningkatkan pendinginan melaui evaporasi. Suhu
tubuh turun:Termostat mematikan mekanisme pendinginan. Mulai di sini STIMULUS:
Tinggi Homeostasis : Suhu tubuh Atau mulai di sini: STIMULUS: peningkatan suhu
tubuh Rendah Penurunan suhu tubuh Pembuluh darah kulit menyempit, mengalihkan
darah dari kulit ke jaringan yang lebih dalam dan mengurangi hilangnya panas
dari permukaan kulit Suhu tubuh meningkat: Termostat mematikan mekanisme
pemanasan Otot rangka diaktifkan; gerak menggigil membangkitkan lebih banyak
panas Thermostat di hipotalamus mengaktifkan mekanisme pemanasan.
C.
Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah
penyesuaian organisme terhadap lingkungan dalam bentuk tingkah laku. Kamu dapat
dengan mudah mengamati adaptasi ini. Contoh adaptasi tingkah laku adalah
sebagai berikut.
Adaptasi
Tingkah Laku pada Hewan
1. Bunglon
melakukan mimikri, yaitu mengubah-ubah warna kulitnya sesuai dengan warna
lingkungan/tempat hinggapnya. Dengan mengubah warna kulitnya sesuai dengan
lingkungannya, bunglon terlindung dari pemangsanya sekaligus tersamar dari
hewan yang akan dimangsanya. Dengan demikian, bunglon dapat terhindar dari
bahaya dan sekaligus lebih mudah menangkap mangsanya.
2. Cumi-cumi
mengeluarkan tinta/cairan hitam ketika ada bahaya yang mengancamnya. Cumi-cumi
juga mampu mengubah-ubah warna kulitnya sesuai dengan warna lingkungannya.
3. Secara
berkala, paus muncul di permukaan air untuk menghirup udara dan menyemprotkan
air. Paus melakukan tindakan demikian karena alat pernapasannya berupa
paru-paru tidak dapat memanfaatkan oksigen yang terlarut di dalam air.
4. Dalam
keadaan bahaya, cecak melakukan autotomi, yaitu memutuskan ekornya. Ekor cecak
yang terputus tetap dapat bergerak sehingga perhatian pemangsanya beralih pada
ekor tersebut dan cecak dapat menyelamatkan diri.
Perilaku hewan merupakan aktivitas yang terarah dan
respon terhadap kondisi serta sumber daya lingkungannya. Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang
mendasari perilaku itu diekspresikan. Perilaku juga meliputi interaksi beberapa
komponen sistem saraf hewan dengan efektor, juga beberapa interaksi kimia,
penglihatan, pendengaran, atau sentuhan dengan organisme lain. Perilaku dapat
diubah oleh pengalaman di lingkungan. Karena itu, terjadinya suatu perilaku sangat
melibatkan peranan penerima stimulus dari lingkungan (reseptor), perealisasi
respon (efektor) serta koordinasi saraf dan hormon.
Karena respon-respon perilaku itu praktis selalu
berupa gerakan-gerakan, maka jenis efektor yang paling berperan adalah otot-otot
tubuh. Sebagai contoh, perilaku migrasi pada paus ke perairan yang lebih hangat
untuk bereproduksi. Paus menerima stimulus faktor lingkungan, suhu yang berada
di bawah kisaran normal paus untuk bereproduksi, pusat sistem saraf paus akan
merangsang organ efektor paus untuk melakukan gerakan-gerakan. Sebagai
responnya paus akan pindah ke lingkungan dengan faktor lingkungan, suhu, yang
lebih sesuai untuk bereproduksi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adaptasi
juga merupakan suatu kunci konsep dalam 2 versi dari teori sistem, baik secara
biological, perilaku, dan sosial yang dikemukakan oleh John Bennet.
Asumsi dasar
adaptasi berkembang dari pemahaman yang bersifat evolusionari yang senantiasa
melihat manusia selalu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam
sekitarnya, baik secara biologis/genetik maupun secara budaya. Proses adaptasi
dalam evolusi melibatkan seleksi genetik dan varian budaya yang dianggap
sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.
Adaptasi
merupakan juga suatu proses yang dinamik karena baik organisme maupun lingkungan
sendiri tidak ada yang bersifat konstan/tetap. Sedangkan Roy Ellen membagi
tahapan adaptasi dalam 4 tipe.
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Cambell, N.A., Jane B. R., dan Lawrence G. M. 2004.
Biologi, Jilid 3. (terjemahan : Wasmen manalu). Jakarta : Erlangga.
Kramadibrata, I. 1995. Ekologi Hewan. Bandung :
Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Slamet, A. dan Mgs. M. Tibrani. 2006. Fisiologi
Hewan. Inderalaya : Jurusan Pendidikan Biologi FKIP Unsri.
Rosyidi,
A. 1995. Ekologi Hewan. Surakarta: UNS Press
Soetjipta.
1990. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar